Pendidikan karakter dengan kearifan lokal
Judul tulisan sengaja diambilkan
dari tema Hari Guru 2021. Ada yang menarik dengan tema tersebut, yaitu bergerak
dengan hati. Bergerak dengan hati adalah sebuah bentuk perubahan mental dan
sikap tegas. Apakah dulu dalam tugasnya para guru bergerak tanpa hati? Bisa ya
bisa tidak. Mengapa? Karena hasilnya yang tidak belum memenuhi harapan, bahkan
ada belokan-belokan yang menjauhi cita-cita Pendidikan yaitu “bangsa yang
cerdas”. Memulihkan Pendidikan dari keterpurukan. Bukan hanya karena serangan
Covid-19, tetapi karena intervensi
politik dan paham-paham yang jauh dari nilai budaya bangsa dalam dunia
Pendidikan. Keduanya telah membuat keterpurukan.
Masih segar, karena baru-baru ini
, dua hari sebelum saya menulis, melihat video yang viral, dimana Cak Lontong
menceritakan sekelumit sejarah yang menyangkut Pendidikan. Cak Lontong bilang
bahwa di era 1970-1980 Malaysia itu mengirim guru dan calon guru ke Indonesia
untuk belajar, Kecuali mengirim juga
mengimpor tenaga-tenaga pendidik untuk menjadi guru dan pengajar di Malaysia.
Setelah 20 tahun kondisinya menjadi terbalik. Malaysia sudah tidak mengirim
mahasiswa untuk belajar, dan tidak lagi memerlukan tenaga pendidik dari
Indonesia, karena mereka sudah cerdas. Tetapi kemudian banyak tenaga kerja dari
kita yang ke Malaysia adalah asisten rumah tangga.
Maaf sekali lagi, bukan untuk
mencari kesalahan siapa-siapa, namun pemulihan Pendidikan, mesti secara
menyeluruh dan mendasar. Sangat benar kalau diawali dengan “bergerak dengan
hati”. Bergerak dengan hati berarti sebuah niat suci dari dalam, dan itulah
perwujudan kasih yang tulus. Kasih yang tulus melayani untuk mencerdaskan
anak-anak bangsa. Dengan tidak ingin mengatakan apakah sebelumnya tidak dengan
hati? Tidaklah. Saat ini perlu up date saja.
Pemulihan pertama adalah
mengembalikan suasana sekolah sebelum dan sesudah pandemic Covid-19. Sebelum
serangan pandemic Covid-19, suasana sebagian sekolah kita agak kurang nyaman.
Ada nuansa kekerasan dan ekstrimitas tertentu berkembang di sekolah-sekolah. Beberapa
waktu lalu, terjadi perkelahian antar geng pelajar. Sebelum mereka berkelahi
sudah membuat perjanjian-perjanjian, antara lain kerugian ditanggung
masing-masing geng. Sehari menjelang Diskriminasi,
persekusi, fitnah dan tindakan bermotif sara merebak. Pemilos (Pemilihan Ketua
OSIS) pun sudah dibumbui dengan sara, seperti pilkada dan pilpres. Konyolnya,
ada tenaga Pendidik yang ikut bermain dalam pemilos. Ini sudah pengembangan
paham-paham yang anti multikural, tidak menghargai keyakinan orang lain dan
dapat membunuh karakter anak.
Membangun suasana kebersamaan |
Pemulihan kedua suasana, dan kualitas Pendidikan.setelah pandemic Covid-19. Suasana sekolah belum bisa sepenuhnya dilakukan tatap muka. Disamping itu protocol Kesehatan mesti terus ditekankan kepada semuanya, tenaga Pendidikan/kependidikan, anak-anak, orang tua/wali dan kebersihan lingkungan terus diupayakan. Prokes di lingkungan sekolah sungguh perlu diperhatikan sebagai salah satu pendukung pembentuka suasana.
Pemulihan ketiga adalah up date
kompetensi tenaga pendidik. Melihat proses kegiatan belajar mengajar selama
pandemic dengan system daring, kelhatan bahwa tenaga pendidik tidak siap
mempergunakan tehnologi komunikasi dengan baik. Kemampuan dan ketrampilan
seseorang dalam menyesuaikan dengan media pembelajaran baru banyak yang
mengalami hambatan. Up date kompetensi mengkolaborasi tehnologi, seni dan ilmu
pengetahuan agar menjadi kegiatan belajar yang mempesona. Merebaknya
diskriminasi, persekusi, firnah dan hal-hal yang berbau sara perlu pendekatan
tersendiri. Pembinaan karier, prestasi, spiritualitas dan wawasan kebangsaan dilaksanakan
bersama. Jangan dipisahkan menurut kelompok-kelompok keagamaan. Pembinaan ini
sifatnya universal bukan pembinaan keagamaan. Penghargaan dan sangsi baik
diterapkan dengan adil dan obyektif. “Ewuh pekewuh” (rasa segan) terhadap
teman-teman se sekolah akan memberi peluang orang-orang tak bertanggungjawab
memasukkan paham dan memaksakan kehendaknya yang bertentangan dengan
norma-norma di sekolah, budaya dan moral masyarakat. Pendidik yang mempunyai
rasa takut untuk mengemukakan pendapat, kebenaran dan keadilan perlu
mendapatkan penguatan. Jangan dibalik, orang-orang yang baik ini disuruh
mengalah demi mencari keharmonisan semu.
Mari bergerak dengan
hati,pulihkan Pendidikan Indonesia
Posting Komentar untuk "BERGERAK DENGAN HATI, PULIHKAN PENDIDIKAN"