Selamat pagi dan salam bahagia |
Tjahjo Kumolo yang menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), dikabarkan stress karena belasan Aparatur Sipil Negara (ASN) gagal menjadi pejabat eselon. Belasan ASN itu gagal karena tidak lolos dalam menjalani sidang Tim Penilai Akhir (TPA). Penyebabnya adalah pasangannya sering membuka media sosial tokoh-tokoh radikal. Dikabarkan juga bahwa yang gagal tersebut sudah mempunyai gelar akademis tinggi, doctor atau professor. Ada hampir diatas 16 calon gagal menduduki eselon satu, gara-gara kelakuan isteri atau suami.
Nah, ketahuilah para isteri/suami
petinggi negara atau pejabat eselon di birokrasi, dan semuanya saja. Bahwa saat
ini negara membutuhkan kader-kader
bangsa dan dalam mendayagunakan aparatur negara, benar-benar dituntut adanya kompetensi, komitmen,
komplementer dan kompatibel.
Kompetensi artinya seseorang
tersebut memang cakap dalam bidang tugas yang dipercayakan kepadanya. Komitmen
berarti kesetiaan dan ikatan batin dengan bidang tugasnya. Dalam konteks berbangsa
dan bernegara, berarti terikat kesetiaan kepada NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan
Bhineka Tunggal Ika. Komitmen ini ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam lingkungan rumah, kantor, maupun dalam tugas-tugas yang diemban. Dalam
tutur kata dan perlakuan terhadap sesamanya. Komplementer artinya seseorang
memiliki kemampuan untuk saling mengisi satu sama lain. Dalam hal bekerja di Lembaga-lembaga
negara memang diperlukan saling mengisi. Dalam budaya kita mengenal kata “saling
asah, saling asuh dan saling asih”. Dalam konteks hidup bermasyarakat mampu
bergotongroyong.
Kompatibel, artinya mampu
bergerak dan bekerja dengan keserasian. Ya apalah artinya sebuah jabatan kalau
seseorang tidak mampu bergerak? Dalam kontkes ini, bergerak berarti dinamis.
Bergerak ciptanya, bergerak rasanya dan bergerak karsanya. Bekerja dengan keserasian.
Serasi dengan norma dan aturan yang ada, artinya konstitusional dan bermoral.
Serasi dengan rekan kerjanya, artinya dapat bekerjasama. Serasi dengan
perangkatnya, artinya mengenal baik dengan perangkat yang dipergunakan sebagai
sarana bekerja. Serasi dengan pakaiannya, artinya bisa menyesuaikan antara yang
dikerjakan dan pakaian yang dikenakan. Para leluhur kita mengatakan “bisa empan
papan” (orang dapat menempatkan diri), bisa juga disebut proporsional.
Mmempertegas identitas kebhinekatunggalikaan |
Pada zaman ini, orang sangat susah untuk “menempatkan diri”. Hal itu dikarenakan “bajunya” atau “statusnya” banyak. Seperti teman-teman di gardu ronda itu punya kaos partai banyak, lalu bingung. Memakai kaos partai Anu, tetapi memaki pemimpin partai Anu juga. Sehingga kadang tidak jelas saat itu berpredikat apa, dan ada dimana? Pakar jiwa mengatakan “krisis identitas”. Berbaju dinas kepala daerah, serasa memakai jubah lalu kotbah. Jabatan dan tupoksi (tugas pokok dan fungsi)nya terbalik-balik, tidak jelas. Seperti ramalan para leluhur, sudah sampai pada tataran “wolak-walike jaman”. Proporsional itu serasi antara jabatan dan tupoksinya. Berfikir, berbicara dan bekerja sesuai dengan porsinya masing-masing. Padahal sekarang banyak orang mengambil makan saja selalu melebihi porsinya (daya tamping perut), lalu terjadi hal-hal yang memalukan, dan pemborosan. Sisa makanan berceceran, padahal diluar masih banyak anak-anak kelaparan.
Ya begitulah pak Tjahjo, dan
bapak-ibu-sdr, Potret masyarakat kita. Maaf kalau motretnya buram atau
kabur, karena belum diedit.
Selamat berkarya bagi kesejahteraan
umum
Posting Komentar untuk "pelangi pagi"