Selamat pagi, salam bahagia sejahtera |
Ada peribahasa yang mengatakan jika keluarga-keluarga baik, maka masyarakat akan baik, sebaliknya kalau keluarga-keluarga rusak, maka masyarakat ikut rusak. Orang boleh saja tidak menerima pernyataan tadi. Tapi bisa menerima pernyataan ini sebagai mengaca diri. Memang membangun keluarga yang damai bahagia sejahtera adalah dambaan setiap orang dan keluarga. Maka sejak awal diberikan pemahaman bahwa perkawinan itu suci. Dibangun sebagai sebuah candi yang terdiri dari ornament kehidupan dan harapan suci serta cinta kasih yang suci.
Membangun masyarakat yang baik,
berarti mesti diawali dengan membangun keluarga yang baik. Keluarga baik yang
bermodalkan cinta kasih, bukan finansial yang penuh gebyar. Bukan pula harapan
yang gemerlapan. Dalam tembang Jawa yang berjudul “Aja sok lamis” (Jangan
munafik), menjadi nasehat bagi anak-anak muda yang sedang dirundung asmara.
Janganlah tergiur dengan janji-janji manis yang diucapkan. Jika dalam membangun
kehidupan perkawinan sudah ada bibit-bibit ketidaktulusan, hasilmnya adalah
disharmoni keluarga. Keluarga akan mengalami kendala-kendala dalam menuju
cita-citanya keluarga yang bahagia sejahtera jasmani dan rohani.
Disharmoni keluarga dalam
kacamata sosiologi bisa disebabkan
beberapa hal,seperti:
-
Keluarga yang tidak dilengkapi dengan sebuah
ikatan tali perkawinan yang sah. Hal ini
akan menyebabkan peran orang tua (suami-isteri) dalam masyarakat maupun
keluarga tidak total. Mereka juga tidak bisa diterima begitu saja oleh masyarakat.
Secara psikologis menimbulkan ketidakpastian bagi anak-anak. Akan muncul pertanyaan
siapa bapak-ibuku sebenarnya.
-
Disharmoni keluaraga karena putusnya ikatan
perkawinan (perceraian, pisah meja makan, pisah ranjang)
-
Disharmoni keluarga bisa karena lemahnya
komunikasi dalam keluarga; peran anggota keluarga yang tidak dilakukan secara
proporsional (dominasi suami/isteri) ada anggota yang berkebutuhan khusus, dll)
-
Perbedaan iman dan keyakinan antara anggota
keluarga.
Perkawinan bukan hanya dibangun
atas dasar cinta eros, dan harapan gemerlapan kehidupan masing-masing, namun
cinta yang lebih dari itu. Ada cinta eros, cinta stergo, philea dan agape.
Hidup perkawinan dan keluarga semestinya menjadi persemaian cinta kasih setiap
anggota keluarga. Dimana kasih itu bisa dilihat dari sifat-sifat: sabar, murah
hati, tidak pencemburu, tidak memegahkan diri atau sombong, bertindak sopan,
rendah hati, tidak pemarah, tidak dendaman (menyimpan kesalahan orang lain).
Kasih tidak berkesudahan, ia mengalir
seperti air dari mata airnya, seperti sinar matahari yang tak berhenti menyinari,
seperti angin sepoi-sepoi yang selalu berhembus, dan seperti bumi pertiwi yang
selalu memberi energy kehidupan bagi makhluk diatasnya (ags)
Posting Komentar untuk "Keluarga Tempat Persemaian Kasih"