Berdasarkan pada
pengalaman sehari-hari kita itu pemaaf. Belum berbuat saja kita sudah minta
maaf. Disalahi orang juga minta maaf. Contoh berikut menjadi indikasi bahwa
masyarakat kita mudah minta maaf dan memaafkan. Seorang pembawa acara di
pelayatan atau perhelatan perkawinan sebelum memulai membawakan perannya, dia
sudah terlebih dulu mohon maaf, jika nanti dalam mengantar acara ada kesalahan,
dalam tutur kata-tata bahasa dan tindak tanduk yang kurang berkenan. Demikian
pula setelah acara selesai, pembawa acara tidak lupa masih mohon maaf, jika
dalam mengantar acara-acara ada kata-sikap-tindakan yang membuat tidak
berkenan.Selamat berhari Minggu, salam bahagia
Di perjalanan menuju
suatu tempat, dalam bus yang berdesakan, seseorang menginjak kaki orang lain. Ternyata
yang meminta maaf malah yang terinjak kakinya dengan mengatakan “maaf, kakinya
menginjak kaki saya”. Baru kemudian si penginjak sadar telah berbuat salah dan tidak sengaja menyakiti
orang lain, kemudian minta maaf. Jawabannya singkat “tidak apa-apa”. Dalam kepercayaan
saya, Guru Agung pernah ditanya oleh muridnya begini: “Guru berapa kali kami
harus memaafkan, apakah sampai tujuh kali? Guru iitu menjawab, bukan tujuh kali,
tetapi tujuh puluh kali tujuh. Kalau dihitung matematis, kita mesti memberi
maaf sebanyak 490 kali, pada orang yang sama dan berbuat salah kepada kita.
Tapi dibalik itu sebenarnya Guru mau mengatakan agar kita tidak jemu-jemu
memberi maaf atau memberi maaf tidak perlu dihitung.
Dalam kasus-kasus
kemasyarakatan sering terjadi, meski itu bukan kesalahan dan sudah minta maaf,
masih dituntut minta maaf lewat koran dan televisi serta masih menuntut
tindakan hukum diberlakukan dengan tegak. Ada tersirat disana “tiada maaf
bagimu”. Di sisi yang lain, saat kasus serupa diperbuatnya, kok tiba-tiba mengiba mohon maaf, kepada orang yang sudah memberi
maaf. Kecuali itu masih meminta (dengan
kekuas/tannya) agar tindakan hukum tidak diberlakukan.
Penegakan hukum itu
budaya, saling memaafkan itu juga budaya, keduanya otonom. Menegakkan hukum supaya
berkeadilan menjadi tugas kita.
Penegakan hukum untuk menjaga ketertiban hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Demikian juga maaf memaafkan
itu budaya kita, untuk menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Keduanya bisa bersinergi tetapi tidak saling mereduksi. Memaafkan bukan
berarti mengurangi/menghilangkan hukuman, sebaliknya tindakan hukum bukan
berarti mengurangi atau tiada maaf
bagimu (ags).
Posting Komentar untuk "Maaf memaafkan budaya kita"