Selamat pagi, salam sejahtera |
Keterbelahan masyarakat sudah tidak terelakkan. Ini terlihat dari postingan warganet maupun dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ada kelompok masyarakat yang selalu mengkritik setiap kebijakan dan kegiatan pemerintah dengan “gebyah uyah” artinya tidak melihat apa yanag dikataka, kebijakan dan kegiatan yang dilakukan pemerintah ditentang. Di kelompok masyarakat lain pendukung pemerintahan, yang tentu tidak suka juga kalau setiap kebijakan kok ditentang. Lalu mau kerja melaksanakan pembangunan untuk memenuhi visi dan misinya terhambat. Ada kelompok masyarakat yang diam, karena bingung tidak tahu mana yang harus didukung. Ada yang diam karena takut mendapat persekusi.
Muncullah istilah-istilah untuk
men-cap pihak lain, yang kemudian dapat mendiskreditkan orang, sekelompok orang
atau pihak lain. Istilah-istilah itu netral pada dasarnya, namun kemudian
menjadi berkonotasi negative, karena tindakan dan perkataan yang dilakukan.
Kata emak adalah netral, sebutan atau panggilan yang sejajar dengan kata ibu.
Kata ibu itu menyejukkan, karena disanalah mengalir kasih sayang, merengkuh,
mengayomi, melindungi, menghibur dll. Kemudian muncul istilah keibuan, yang menunjuk
pada sosok perempuan yang menampilkan wajah kasih saying, merangkul, menghibur,
memberi senyum dst. Sebenarnya kata emak itu ya memiliki makna sejajar dengan
ibu, tetapi saat ini kata emak menjadi negative karena berkonotasi bertabiat
keras, mencaci maki orang dimuka umum dan provokatif.
Keterbelahan masyarakat yang
tajam ini nampak pada istilah-istilah yang kemudian muncul untuk memberi nama: kampret,
cebong, kadrun, emak-emak, murtadin, Komunis, Islamophobia, dll. Jika ini dibiarkan terus semakin kesini akan
mengancam perpecahan NKRI. Ini yang perlu dipikirkan dan kita jaga, jangan
sampai NKRI menjadi hancur berantakan.
Rekonsiliasi Nasional menjadi penting dan mesti dilakukan serta didukung oleh semua elemen bangsa. Sekiranya forum-forum para arif bijaksana bisa menjadi mediator, klaim kebenaran dan tudingan salah pihak lain mesti dilepaskan. Sehingga musyawarah-musyawarah ini melahirkan rekonsiliasi nasional. Semoga moment-moment besar keagamaan seperti Paskah dan Idul Fitri yang saling berdekatan waktunya juga mendekatkan tali persaudaraan masyarakat.
Posting Komentar untuk "Rekonsiliasi Nasional"