Salam sejahtera |
Memang logis karena listrik menjadi utama dalam kebutuhan hidup sehari-hari. Bisa dibayangkan kalau listrik padam, semua perlengkapan listrik mati. Alat memasak, alat komunikasi, alat-alat produksi dan berbagai layanan mati. Maka pemerintah memberi ganti kerugian itu sudah selayaknya. Apakah ganti rugi masing-masing berbeda menurut keperluannya? Saya tidak menanyakan lebih jauh. Bagi saya yang penting adalah pemerintah telah memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dengan baik.
Bagaimana dengan kondisi kelistrikan kita? Menurut laporan Kementerian ESDM konsumsi listrik per kapita Indonesia pada 2022 mencaapai 1.173 kWh/kapita. Level tersebut naik 4% dibanding 2021, sekaligus menjadi rekor tertinggi baru dalam lima dekade terakhir. Konsumsi listrik per kapita adalah total jumlah energi listrik yang digunakan di suatu wilayah, dibagi dengan jumlah penduduknya dalam periode satu tahun. Kementerian ESDM menargetkan konsumsi listrik penduduk bisa naik lagi tahun ini hingga 1.336 kWh/kapita pada akhir tahun 2023.
Kementerian menyiaakan sejumlah startegi untuk mendorong konsumsi listrik, salah satunya dengan mengupayakan aliran listrik menyala 24 jam sehari di seluruh pelosok negeri. Sampai pada 31 Desember 2022 masih ada 236 lokasi yang listriknya belum menyala 24 jam sehari. Untuk itu juga diperukan perluasan jaringan, dedieselisasi, relokasi mesin dan menambah kapasitas dari pembangkit tenaga listrik. Sampai sekarang ada sekitar 318 ribu rumah tangga belum teraliri listrik.
Jadi, kelangsungan listrik 24 jam sehari belum merata di seluruh Indonesia. Jaringan listrik rumah tangga masih cukup banyak 318 ribu rumah tangga belum teraliri listrik. Kalau masing-masing rumah tanggal 900 watt/1.300 watt, masih berapa ribu watt diperlukan. Sepertinya belum saatnya memberikan gratis kepada masyarakat, mengganti rugi kalau mati saja belum bisa.
Dalam segala adalah kasih.
Posting Komentar untuk "Listrik Gratis?"