Pakubuwana IV, dan Paus Fransiskus



Sri Pakubuwana IV, bertahta dan memerintah di Surakarta pada tahun 1788-1820. Ia dikenal dengan Sunan Bagus karena naik tahta dalam usia muda dan memang berwajah tampan. Lahir 2 September 2 September 1768, naik tahta tanggal 29 September 1788, dan wafat pada 2 Oktober 1820. Ia Bernama kecil Raden Mas Subadya. Pakubuwana IV dikenal berani dan cakap, cita-citanya menyatukan kembali Surakarta dan Yogyakarta. Ia cerdas dan bijaksana, ini dibuktikan dengan beberapa nasehat bijak yang dirangkai dalam bentuk tembang, misalnya Serat Wulangreh.

Raden Ngabehi Ranggawarsita memiliki nama asli Bagus Burhan. Dia lahir pada Senin  14 Maret 1802 dan wafat 24 Desember 1873 di Kampung Yasadipura, Surakarta. Bagus Burhan lahir pada masa kejayaan pemerintahan Pakubuwono IV dari Kasunanan Surakarta. Dia lahir di keluarga yang memiliki darah bangsawan, sastrawan, sekaligus kepujanggaan. Ranggawarsita atau Raden Ngabehi Ranggawarsita dikenal sebagai seorang pujangga besar dari Kasunanan Surakarta Hadingrat. Karyanya menunjukkan bahwa Ranggawarsita termasuk orang yang memiliki pengetahuan luas, dalam dan bijaksana. Hidup pada jaman Pakubuwana IV, sama-sama memiliki kecerdasan dan kebijaksanaan.

Apa kaitannya dengan Paus Fransiskus yang baru saja berkunjung ke Indonesia 3 – 6 September 2024? Tentu saja sulit mengkaitkannya, namun penulis mencoba mengkaitkannya antara ajaran (wejangan) Sri Pakubuwana IV khususnya pada Serat Wulangreh bait ke 14 dengan kehidupan Paus Fransiskus. Dalam bait tembangnya Pakubuwana IV menulis seperti ini: “Nanging yen sira geguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik martabate Sarta kang wruhing kukum, kang ngibadah lan kang ngirangi, sukur oleh wong tapa, ingkang wus amungkul, tan mikir pawewehing liyan, iku pantes sira guronana kaki, sartane kawruhana” Kurang lebih kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia seperti berikut: “Namun jika engkau berguru, Nak. Pilihlah guru yang sebenarnya, tinggi martabatnya, memahami hukum, tekun beribadah dan berpuasa, syukur-syukur jika kau temukan seorang pertapa, sudah meninggalkan keduniawian dan tidak mengharapkan imbalan orang lain, dia pantas kau gurui. Serta ketahuilah.

Itu kaitannya, antara wejangan Pakubuwana IV dengan hidup dan kepemimpinan Paus Fransiskus yang “ambeg para marta” (kepemimpinan yang seperti air). Air adalah segalanya bagi kehidupan. Air memberi hidup alam seluruhnya.  Air membersihkan kita dari kotoran, dan dalam arti khusus dalam penghayatan spiritual air membersihkan jiwa kita dari kotoran jiwa, atau mensucikan. Air berani mengurbankan diri, dipanasi oleh sinar matahari, menguap dan menjadi titik-titik air yang jatuh membasahi tempat-tempat tinggi. Air nampak sederhana apa adanya, mengalir kemana ia mau, rela dipanansi untuk menjadikan dirinya air minum, rela untuk membersihkan badan kita dari yang paling kotor. Air untuk mandi dan minum setiap orang, artinya semua orang dirangkul dan dicintai.

Itulah kehidupan Paus Fransiskus yang tergambar dan terwujudkan dalam syair Serat Wulangreh, karya Pakubuwana IV. Paus hidupnya yang sederhana sudah ditunjukkan kepada kita semua. Ia yang bisa mendapatkan fasilitas istimewa tidak dipergunakannya. Mobil, hotel, makanan dan fasilitas lainnya memilih apa adanya. Dia menaruh perhatian dan simpatinya kepada semua orang, tidak melihat kulitnya, rambutnya, sukunya, agamanya, kepemilikannya, jenis laki-laki-perempuan- lainnya, cacat, miskin tidak ia hiraukan. Semua ia sapa dan rangkul. Ia merangkul semua pimpinan agama-agama dengan tidak ragu-ragu, bahkan yang ateis pun dia rangkul.

Paus Fransiskus yang tekun beribadat dan berpuasa. Tentu saja Paus bertekun dalam doa dan puasa, atau matiraga. Tinggi martabatnya, karena kesederhaan hidupnya, dan tahu akan hukum. Paus sadar akan hukum alam, hukum Allah dan hukum yang dibuat manusia. Ia sudah tidak lagi mengharapkan pemberian orang. Fasilitas yang disediakan Paus tolah semua, memilih yang sederhana. Pendeknya ia sudah meninggalkan keduniawian, kenikmatan dunia termasuk sex, karena Paus tidak menikah. Ia menolak kenikmatan kekuasaan dan menolak kenikmatan yang lain. Ia sudah tidak lagi  tergoda tahta, harta dan kenikmatan sex.

Orang seperti Paus Fransiskuslah yang patut digurui menurut Pakubuwana IV.  Nanging yen sira geguru kaki, amiliha manungsa kang nyata, ingkang becik martabate Sarta kang wruhing kukum, kang ngibadah lan kang ngirangi, sukur oleh wong tapa, ingkang wus amungkul, tan mikir pawewehing liyan, iku pantes sira guronana kaki, sartane kawruhana”   

Sleman 9 September 2024.

      

Posting Komentar untuk "Pakubuwana IV, dan Paus Fransiskus"