Rama Mangun “Menjaga Kewarasan Politik”

Dari kiri: Prof.Dr.G.Arum Yudarwati, Prof.Dr.Phil. Al Makin, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.,  Dr.Wiryono Raharjo dan Rama G.Budi Subanar, SJ

Dalam ungkapan Bahasa Jawa, ada dua istilah yang memilki kedekatan makna, yaitu waras dan sehat. Yang pertama menunjuk pada kesehatan mental dan pikiran, yang kedua pada kebugaran fisik. Ini sejalan dengan bait lagu kebangsaan: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya. Dengan demikian, budaya politik yang kita kembangkan mesti menyehatkan jiwa dan raga, berpedoman pada kaidah-kaidah, etika dan hukum formal. Demikian kutipan tulisan dari Komaruddin Hidayat dengan judul Menjaga Kewarasan Politik, dalam buku Y.B.Mangunwijaya, Demi Manusia dan Bangsa (Gramedia, Editor; St.Sularto dan A.Margono). Buku tersebut dilaunching dan dibedah pada Senin, 10 Februari 2025 di Audotorium Kampus St. Bonaventura Atmajaya Yogyakarta.

Launching, bedah buku dan seminar yang diselenggarakan oleh IKAFITE (Ikatan Alumni Filsafat dan Teologi) Sanata Dharma dan Lingkaran Sahabat Rama Mangun, dalam rangka pengajuan rama YB.Mangunwijaya sebagai Pahlawan Nasional. Buku Demi Manusia dan Bangsa ini memuat esai dari 30 penulis (kontibutor) sesuai dengan bidang masing-masing, 15 komentar narasumber, sambutan-sambutan, pendahukuan, prolog dan epilog serta lainnya. Maka Rama Magnis menyebutnya sebagai OPUS MAGNUM (Karya Besar). Karena penulis-penulisnya dan juga isinya yang menyoroti rama Mangun yang dibagi menjadi 9 bab: 1) Membayar Utang Kepada Rakyat, 2) Kegelisahan dan Pergulatan Intelekual, 3) Berjuang Untuk Kemanusiaan dan Kerakyatan, 4) Anugerah Pluralisme Yang Perlu Dirayakan, 5) „Pandu“ dan „ABDI“ Rakyat Kekhasan Arsitektur YBM, 6) Moralitas Politik dan Hati Nurani, 7) Kebudayaan dan Sastra, 8) Praksis Pendidikan Yang Memerdekakan, 9) Indonesia Masa Depan.

Ibu Tri Susilastuti dari Dinas Sosial DIY membuka selubung sebagai tanda
launching buku YB. Mangunwijaya Demi Manusia dan Bangsa

„Dinas Sosial sangat mendukung pengajuan YB.Mangunwijaya untuk menjadi Pahlawan Nasional“ demikian ditegaskan oleh Tri Susilastuti yang mewakili dari Dinas Sosial Propinsi DIY. Perjuangan Rama Mangun tidak diragukan lagi. Di bidang militer bergabung pada Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang bertempur di Ambarawa, Magelang, Mranggen dan Semarang. Dalam usia Sekolah Menengah Atas, pasca proklamasi Kemerdekaan RI masuk prajurit TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), dan menjadi sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan HB IX dengan jip Wllysnya. Tahun 1948 bergabung pada Tentara Pelajar Brigade XVII sebagai Komandan TP Kompi Kedu. Keterlibatannya dalam militer menjadi benih dan komitmen serta kepeduliannya pada upaya peningkatan martabat hak rakyat dan kemerdekaan sebagai hak asasi.

Setelah menjadi rama aktif dalam kepedulian pada Masyarakat kecil, lemah dan tersingkir. Penataan kawasan kumuh di tepi sungai Code, pembelaan kepada masyarakat tersingkir di Waduk Kedungombo. Perbaikan kawasan dan lingkungan di pantai Grigak Gunung Kidul. Di bidang pendidikan mendirikan SD Eksperimental Mangunan. Di bidang arsitek mengembangkan konsep dan bangunan yang menyingkapkan sisi teknis arsitektur (kegunaan) dan nonteknis yang menusiawi. Bahan-bahan bangunan mempergunakan material yang ada disekitarnya. Di bidang sastra banyak bukui diterbitkan oleh beliau.

Belakang duduk no.3 dari kiri (batik coklat) adalah Bob Trisunuwarsa adik dari Rama Mangun

Seminar menampilkan moderator Yapitaum dosen di Univ.Sanata Dharma, dan menghadirkan pembicara Prof.Dr.Gregoria Arum Yudarwati, FISIP UAJY, dari perspektif komunikasi, Prof.Dr.Phil Al Makin, S.Ag. M.Ag , perspektif keagamaan dan filsafat, Dr.Wiryono Raharjo dari perpektif arsitektur dan rama G.Budi Subanar, SJ. Hadir dalam launching, bedah buku dan seminar ini dari kalangan perguruan tinggi UII, UIN, Gajah Mada, Univ.Negeri Yogyakarta, budayawan, ormas keagamaan, dan salah satu adik rama Mangun yaitu Bob Trisunuwarsa. (swa01)  

   

Posting Komentar untuk "Rama Mangun “Menjaga Kewarasan Politik”"